Rabu, 07 April 2010

Siapa yang Untung, Siapa Buntung

Sumber :
Kompas, Sabtu, 10 Mei 2008

Siapa yang Untung, Siapa Buntung?
Belum selesai Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap penyuapan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Al Amin Nur Nasution, dalam kasus alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Bintan, Kepulauan Riau, muncul lagi kasus serupa. Anggota Komisi IV dari Fraksi Demokrat, Sarjan Tahir, telah ditahan dalam kasus alih fungsi hutan lindung seluas 600 hektar di Tanjung Api-api, Banyuasin, Sumatera Selatan.Ini yang terungkap. Bagaimana dengan yang belum?Sedikitnya 10 juta hektar hutan lindung dan kawasan konservasi dialihfungsikan tanpa melalui prosedur oleh pemerintah daerah selama 10 tahun terakhir. Ini merupakan salah satu dampak negatif pemekaran wilayah yang lebih mengedepankan lobi-lobi politik, ekonomi, isu-isu primordial, dan kurang memperhitungkan daya dukung lingkungan daerah tersebut. Para bupati, wali kota, sampai gubernur berlomba-lomba menerbitkan izin prinsip penggunaan hutan lindung dan kawasan konservasi untuk tujuan pembangunan perkebunan, pertambangan, atau pusat pemerintahan. Mereka sangat bergairah mengalihfungsikan hutan lindung atau kawasan konservasi dengan alasan menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Sebagian pemda dengan sengaja membiarkan kelompok masyarakat masuk ke hutan lindung lalu membangun kantung (enclave). Kantung baru itu—di luar 40 juta orang yang memang secara alamiah tinggal di kawasan hutan—dipakai sebagai alasan untuk menerbitkan izin prinsip penggunaan hutan. Berlandaskan izin prinsip itu, pengusaha perkebunan, pertambangan, atau pengusaha sektor nonkehutanan bebas membangun bisnisnya. Setelah itu, baru pemda memohon izin pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan agar pengalihfungsian hutan lindung dan kawasan konservasi menjadi ”sah”. Sebenarnya, praktik alih fungsi hutan secara ilegal bisa berlangsung selama 10 tahun tak luput dari kesalahan pemerintah pusat juga. Koordinator Program Nasional Greenomics Indonesia Vanda Mutia Dewi mengatakan, seharusnya pemerintah menyiapkan sebuah peraturan pemerintah untuk mengatur tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 19 Ayat 3 menyebutkan, Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). PP itu harus memuat antara lain, kriteria fungsi hutan, cakupan luas (areal), pihak-pihak pelaksana penelitian, dan tata cara perubahan. Hasil analisis Greenomics Indonesia, pengalihfungsian yang melanggar prosedur itu menimbulkan kerugian langsung sedikitnya Rp 170,2 triliun dan kerugian tak langsung Rp 320,6 triliun.
Beban APBN
Kerugian langsung dihitung dari potensi tegakan kayu, produk kehutanan nonkayu, dan keanekaragaman hayati yang hilang. Kerugian tidak langsung dihitung dari hilangnya sumber air, potensi longsor, dan bencana alam lain. Bangsa Indonesia menanggung kerugian hampir Rp 500 triliun yang dibuat penguasa daerahnya secara terencana selama 10 tahun terakhir. Permukiman warga, sentra bisnis, sampai infrastruktur pemerintah yang menghabiskan investasi triliunan rupiah musnah begitu saja diterjang bencana alam. Kalau bencana alam sudah terjadi, biasanya pemda akan bertingkah seperti orang linglung dan berakting sebagai korban musibah supaya pemerintah pusat mengalirkan dana segar. Tak terhitung dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)—yang seharusnya bisa dipakai untuk pembangunan baru—tersedot untuk membangun kembali daerah korban bencana alam.
Penegakan hukum
Sudah waktunya pemerintah tegas soal alih fungsi hutan lindung dan kawasan konservasi secara ilegal. Penegak hukum harus mulai mengungkap kasus dugaan suap pengalihfungsian ilegal oleh pengusaha terhadap pejabat pemda. Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan, pihaknya tidak akan memproses permohonan pengalihfungsian hutan lindung dan kawasan konservasi yang bermasalah. Kaban menegaskan, pengalihfungsian hutan lindung dan konservasi tanpa izin pelepasan kawasan dari Dephut harus diproses hukum. Kalau sudah begini, siapa yang diuntungkan dengan konversi hutan lindung? (Hamzirwan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar