Rabu, 07 April 2010

Selamatkan Hutan Lindung

Sumber :
Koran Tempo, Jum’at, 09 Mei 2008
Selamatkan Hutan Lindung
Pemerintah mestinya terpacu mencegah penggerogotan hutan yang lebih luas. Data yang disodorkan oleh Greenomics Indonesia sungguh merisaukan. Lembaga swadaya masyarakat ini memperkirakan hutan lindung kita yang telah beralih fungsi mencapai 10 juta hektare. Angka ini sungguh fantastis karena hampir mendekati luas daratan Pulau Jawa. Pemerintah mestinya terpacu mencegah penggerogotan hutan yang lebih luas. Perkiraan itu sekaligus menunjukkan betapa cepatnya laju kerusakan hutan lindung di republik ini. Bandingkan saja dengan data yang dikeluarkan Departemen Kehutanan dua tahun lalu. Saat itu hutan lindung yang rusak atau beralih fungsi baru 6,3 juta hektare dari luas seluruh hutan lindung sekitar 32 juta hektare. Ini berarti dalam dua tahun terakhir 3,7 hektare hutan lindung telah lenyap. Dibanding luas seluruh hutan kita yang sekitar 120 juta hektare, angka kerusakan itu tidaklah seberapa. Masalahnya, kerusakan hutan produksi jauh lebih parah lagi, luasnya telah mencapai 50 juta hektare lebih. Laju kerusakannya pun lebih cepat, sekitar 3,8 juta hektare setiap tahun. Maka, diprediksi dalam 10 sampai 15 tahun lagi hutan di negeri ini akan lenyap sama sekali jika tidak ada langkah penyelamatan. Hutan lindung jelas perlu diselamatkan karena fungsinya yang amat vital. Inilah ekosistem yang menyangga kehidupan, yakni mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Jika hutan lindung dirusak, pasti akan mengganggu keseimbangan hidup di wilayah sekitarnya, bahkan bisa mendatangkan bencana alam. Ancaman itu rupanya tak dipedulikan. Penjarahan hutan lindung dilakukan lewat berbagai cara. Ada yang disulap menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Tak sedikit pula yang diubah fungsinya menjadi arena konsesi hak pengusahaan hutan. Greenomics mencatat sedikitnya 500 ribu hektare hutan lindung di Sumatera Utara telah beralih fungsi. Di Riau, sekitar 143 ribu hektare hutan lindung sudah berubah menjadi area perkebunan. Fenomena yang sama juga terjadi antara lain di Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.Proses alih fungsi semestinya tak gampang karena hutan lindung diayomi oleh Undang-Undang Kehutanan. Persoalannya, pemerintah daerah, pemerintah pusat, juga Dewan Perwakilan Rakyat, seolah membiarkan penjarahan itu terjadi. Inilah yang terjadi pula dalam alih fungsi hutan lindung di Bintan, Kepulauan Riau, dan Air Talang di Sumatera Selatan, yang diributkan belakangan ini. Bahkan dua anggota DPR telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka diduga menerima suap berkaitan dengan proses alih fungsi hutan lindung itu. Skandal itu jelas harus diusut hingga tuntas oleh KPK. Tapi yang jauh lebih penting lagi adalah mendorong pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan lembaga legislatif agar memiliki komitmen yang kuat untuk menyelamatkan hutan lindung. Otonomi daerah tak bisa dijadikan alasan untuk menabrak kebijakan nasional sekaligus melanggar undang-undang. Jika hutan lindung saja dibiarkan dijarah, pemerintah dan parlemen akan semakin diragukan komitmennya dalam mempertahankan hutan secara keseluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar